Friday, February 12, 2010

Tidak Ada "Pelacur" dalam Seni dan Sains

Tepat setahun lalu, saya pernah menulis "Penulis Idealis? Tell Me About It!", yang mempertanyakan apakah idealisme penulis bisa menjamin kesejahteraan hidupnya. Di situ saya ambil contoh kasus NH Dini, penulis yang semasa jayanya berkeras hanya mau menulis novel sastra dan cerpen. Di saat tuanya kini, penulis yang bukunya laris manis itu terpaksa melelang lukisannya untuk biaya berobat, tinggal di panti wreda, menerima sumbangan untuk pengobatan penyakitnya. Tak bisa dikatakan sukses secara finansial, bukan?

NH Dini memang bukan tipe penulis yang menulis demi karir dan nafkah, melainkan sekadar hobi saja. Bahkan pernah saya baca, ia menganggap menulis jika di luar karya sastra adalah "melacur".Tapi lihatlah bagaimana kondisinya hari ini.

Di masa muda dulu, saya pernah melewati masa tergila-gila menulis sastra. Puisi, cerpen, semuanya dalam genre yang serius, berusaha berbahasa indah, baik, dan benar. Tak heran jika beberapa teman yang saya tunjukkan karya lawas saya dulu berkomentar, "Kok, beda ya tulisan lu sekarang sama dulu. Yang dulu lebih nyastra.". Betul, belasan tahun sudah saya melupakan dunia sastra, demi menekuni jurnalistik, dan penulisan populer.

Lantas apakah saya "melacur'?

Tidak. Saya berteori bahwa menulis itu sama dengan bidang seni lain. Ada yang namanya seni murni, dan seni terapan.

- Seni murni: adalah ketika seni itu dikreasikan murni untuk tujuan seni, keindahan. Di sini termasuk lukisan yang memang diciptakan sebagai lukisan, tulisan sebagai karya sastra, patung sebagai karya seni, dan seterusnya. Seni murni punya kontribusi bagi kehidupan untuk mengekplorasi keindahan, nalar manusia, rasa, pendalaman berbagai gaya dan aliran. Kalau salam dunia sains ia adalah sains dasar. Bidang ini tidak langsung dirasakan manfaatnya, tapi menjadi dasar pengembangan.

- Seni terapan, alias applied arts, adalah ketika seni sudah dikembangkan sesuai dengan kebutuhan manusia. Yang seperti apa? Tulisan saya ini adalah bentuk seni menulis terapan, karena lebih difokuskan pada fungsinya, yaitu sebagai alat komunikasi penyampaian opini. Konten web, advertorial, berita, artikel, konten dari Facebook dan blog, sampai naskah pidato presiden, buku populer, skenario film, adalah bentuk dari applied writing arts. Jika di dunia sains disetarakan dengan sains terapan seperti teknologi seluler yang kita nikmati sehari-hari, aplikasi Internet, dan seterusnya. Jadi dia lebih mengutamakan fungsi, bukan keindahan dan esplorasi.

Seni murni, sama dengan sains dasar, di banyak negara tak bisa dijadikan tambatan karir yang menjanjikan. Memang banyak seniman seni murni yang sukses, meraih nama besar, dan income luar biasa, demikian juga ilmuwan sains dasar. Namun kompetisi di bidang itu sangat luar biasa, memerlukan perjuangan hebat dan kesabaran, mengingat fasilitas di banyak negara berkembang kurang menunjang. Karena bidang seni murni dan sains dasar memang sangat spesifik.

Seni terapan dan sains terapan, adalah bidang dimana seniman dan ilmuwan dapat berkontribusi secara lebih luwes dan fleksibel. sebab bidang ini langsung dirasakan manfaatnya oleh publik, diperlukan, didukung oleh industri massal. Jangan heran kalau di sini prospek karirnya lebih cerah, banyak diminati orang, dan terkesan komersil.

Jadi tak layak jika dikatakan seniman dan ilmuwan yang terjun ke dunia applied arts dan applied science dikatakan tidak idealis alias melacur. Mereka tetap ada di jalurnya, hanya dengan warna berbeda.
Saya pernah ada di dua dunia itu, murni dan terapan. Sastra dan populer. Kini rasanya saya ingin menjalankan keduanya lebih seimbang. Semoga saja bisa.

No comments: