Sunday, February 7, 2010

Wiken Masih Kerja Juga??

Dulu, saya tak habis pikir bagaimana mungkin ada orang yang sudi bekerja di saat wiken. Come on, wiken itu waktu untuk bersenang-senang, leyeh-leyeh, melepas kepenatan setelah kerja sepekan. Apa lagi saya pernah menjadi retail assistant, yang artinya Sabtu dan Minggu juga kerap kali harus tetap bekerja. Jadi ketika alih profesi sebagai jurnalis sebuah harian, saya menikmati betul libur di kala wiken. Sebisa mungkin menghindari liputan hari Sabtu. Dan itu sering sukses.
Intinya, wiken sudah identik dengan aktivitas leyeh-leyeh, pantang bekerja atau memikirkan pekerjaan sedetik pun.

Seiring waktu berjalan, pekerjaan saya tidak lagi terpaku pada kerja dari atasan. Sejak masih jurnalis, pelan-pelan saya mulai menerima pekerjaan sampingan sebagai ghostwriter, co writer dan editor buku. Ngga mungkin kan saya kerjakan di hari biasa, jadi apa boleh buat saya harus sudi mengorbankan hari Sabtu. Jadilah waktu leyeh-leyeh saya berkurang. Dari full Sabtu Minggu jadi hanya Minggu saja. Okay lah, ngga apa. Demi income tambahan dan memang saya suka dengan kerja extra itu. Plus saya dan teman-teman mulai membangun sebuah website impian yang masih 100% idealis, dan itu mengorbankan waktu leyeh-leyeh saya.

Hari ini, saya temui diri saya sudah tak mengenal beda antara tanggal merah, Sabtu, Minggu, atau longwiken dan liburan panjang bahkan cuti sekalipun. Saya bukan saja hanya ghostwriter, co writer, atau editor , melainkan juga penulis sungguhan dalam artian mulai melahirkan buku-buku dengan nama saya sendiri. Penerbit seolah tak pernah puas jika saya mengajukan satu ide buku. Mereka terus menggali, apakah ada ide lain? Kepala dan hati saya pun terus merasa terusik jika ada ide penulisan yang belum terlaksana.

Lalu sejumlah klien juga terus mengajak saya terlibat dalam penulisan buku mereka, baik sebagai editor maupun co writer. Ditambah lagi, ternyata berurusan dengan penerbit itu tak hanya sekadar menuangkan ide dengan menulis, namun ikut terlibat dalam beragam acara promosi buku seperti talkshow dan workshop yang dilakukan berkali-kali di berbagai tempat.

Dan itu semua dilakukan di luar pekerjaan rutin saya sekaligus pekerjaan idealis saya. Maka jangan heran kalau di tanggal merah, longwiken, saya terpaksa tepekur di depan komputer. Bahkan ketika leyeh-leyeh di kafe, depan TV, tempat tidur, belanja di mall, jogging, otak saya terus bekerja menggali ide-ide yang kemungkinan dapat membantu proses kreatif menulis.

Kini saya hanya tersenyum geli kalau ingat betapa saya dulu menistakan bekerja di kala wiken. Sebab faktanya sekarang hidup saya sudah menyatu antara bekerja, urusan keluarga dan pribadi. Ketiganya sudah menjadi satu kesatuan tak terpisahkan. Ternyata 'bekerja" di saat wiken bukan sesuatu yang teramat menyiksa. Semuanya saya lakukan denga senang hati, tanpa beban, menganggapnya bukan sebagai pekerjaan, tapi bagian dari hidup saya, sama seperti menonton bioskop, membaca, hang out sama teman-teman, dan sebagainya.

Kadang masih ada perasaan aneh kalau dicela teman atau mencoba membandingkan diri dengan orang lain yang bekerja hanya pada hari Senin-Jumat saja.

"Ah, gila lu, wiken2 gini kerja??? Plis dunk!"

Ya gimana dunk, kerja itu udah sama aja kayak napas sih. Kalo ngga kerja gue ngga idup. Hahaha!

"Workaholic lu ya?"

Ngga juga sih, sebab gue tetap bisa kerja sambil ngopi di kafe, diselingi nonton bioskop, baca buku, makan-makan, dan belanja. Gimana tuh??


Apakah kamu juga mengalami hal yang sama dengan saya? Yuk, join to the club!

foto:aingkumaha.blogspot.com

No comments: