Sunday, February 7, 2010

Love Your Life, Life Up Your Love!

Pernahkah kamu bersua seseorang yang sedemikian penuh semangat menghadapi hidup? "I love life!", demikian seolah air mukanya berkata. Matanya menatap ke berbagai objek seperti ingin menelan segalanya. Ketika berkata-kata, intonasinya naik turun seperti bernyanyi. Ia melontarkan opini, komentar, pendapat, tentang segala hal. Kopi hitam yang enak, film horor bagus, konser musik menjemukan, suasana kantornya yang asyik, teman-temannya baiknya, kondisi politik, perang di Timur Tengah, kisah hidup Janis Joplin, matanya yang perih karena mengiris bawang, komik lucu, bos killer, pacar pintarnya, hingga kerinduan pada teman kecilnya?

Saya merasa seperti itu sekitar beberapa waktu lalu. Hingga akhirnya fakta-fakta pahit membungkam mulut besar saya. Fakta pahit bahwa hidup tidak seindah dan semudah mimpi-mimpi saya. Bahwa mewujudkan obsesi itu harus melalui jalan berliku, kerikil tajam, naik turun, jatuh terjengkang, bahkan tertimpa bola berduri, tergencet, ditindas, diinjak-injak, dipukuli palu godam hingga luluh lantak. Darah dan air mata, begitu saya menyebutnya. Saat itulah saya seperti kehilangan semua warna serta spirit hidup yang saya punya di usia nol hingga belasan tahun yang membara.

Usia 20-an saya lalui terseok-seok, seperti anak muda yang ingin berlari menggapai mimpi tapi apa daya sepatunya jebol, sementara jalanan penuh onak duri, dan di kiri kanan berjajar barisan iblis menggodai. Darah dan air mata membanjiri seluruh peluh saya. Oh sungguh dekade yang tidak mudah. Bisa dikatakan lagu wajib saya di era itu adalah "Life? Like a Sucide"-nya Guns N Roses. Sedemikian bencinya saya pada hidup ini sampai bisa bunuh diri setiap saat. Mulai dari menabrakkan tubuh ke mobil ngebut, sampai menegak pil tidur langsung satu genggam penuh. Ya, masa itu adalah masa kegelapan saya.

Apakah saya menyesal dengan masa itu? Am I feel so sorry for that? Never. Menjelang usia kepala 3 ternyata jalan mulai membaik. Dan saya kembali menjadi manusia yang mencintai kehidupan, bahkan berlipat ganda. Karena ternyata apa yang saya raih kini adalah hasil perjuangan dekade terdahulu.

Life begin at 40, katanya. Bisa jadi, sebab di usia kepala 3 ini, walau semua mulai membaik, masih ada saja gempuran tanpa ampun. Tapi saya sudah diplonco dulu, jadi rasanya gempuran itu bisa saja saya terima. Hanya saya tak berani terlalu bermulut besar seperti di usia belasan dulu. Mata saya tak lagi terlalu menyiratkan spirit "ingin menelan segalanya". Mulut saya enggan berkicau soal mimpi-mimpi indah. Kalaupun ya, saya hanya menulisnya saja. Mendiskusikan dengan orang-orang tertentu. Saya berangsur menjadi seorang pejalan sunyi. Walau kadang masih bawel juga, kumat dengan obsesi usia remaja yang sudah lama berlalu.

Dan kini saya lihat putri saya Libby mulai menampakkan gejala itu. Ingin menelan segalanya, berceloteh tentang mimpi-mimpinya. Semoga ia tak perlu melalui jalan full duri-duri tajam dan menyuarakan lagu metal tentang bunuh diri seperti saya dulu!

Intinya adalah love your life, life up your love!
Cintai hidupmu, hidupkan cintamu!

No comments: