Sunday, February 7, 2010

Waktu Si Harry Ketemu Sally...dan Cinta

Sepekan ini saya berturut-turut menonton film bertema..ehem, cinta. The Ugly Truth, He Just Not That Into You. Dan terakhir ditutup dengan film klasik jadul, When Harry Met Sally.

Semuanya sama-sama berusaha menyibak tentang misteri cinta dan komitmen. Bagaimana dua manusia yang awalnya tidak saling mengenal, dilahirkan dengan latar belakang berbeda, tanpa ikatan darah dan keluarga, akhirnya justru jadi pasangan hidup selamanya, melahirkan anak-anak, cucu, cicit, bahkan membangun sebuah trah keluarga besar.

Itulah keajaiban cinta. Dan film, buku, lagu, tentang cinta, takkan pernah basi sepanjang masa. Tema cinta menjadi tema abadi, selalu disuka semua manusia. Kalau ada yang benci bicara cinta, tak lain dia adalah orang yang sedang patah hati, dikecewakan. Namun akhirnya dia akan kembali tertarik pada topik cinta. Mungkin diplesetkan menjadi cinta platonis, cinta pada orang tua, keluarga, dan sejenisnya. Tapi cinta tak pernah bisa membuat kita berpaling.

When Harry Met Sally pada dasarnya adalah film sederhana, dengan plot menarik dimana melompat dari satu tahun ke beberapa tahun kemudian, dengan obyek tetap sama: Harry ketemu Sally. Dari zaman mereka punya pacar masing-masing, sudah bercerai, sudah putus, sampai akhirnya mencoba dicomblangkan dengan pasangan lain. Ketemu, debat, berantem, pisah, ketemu, debat, berantem, pisah. Begitu terus.

"Lelaki dewasa tak bisa bersahabat dengan wanita dewasa, sebab ia akan selalu tertarik untuk tidur bersamanya," adalah quotation paling popular di film ini. Dan teori itu manjur, sebab akhirnya Harry dan Sally tidur bersama. Lebih mujarab lagi, sebab keduanya akhirnya jadian dan menikah di ujung cerita.

Film yang disutradarai Rob Reiner, dengan setting cerita 1970-an sampai 1980-an ini terasa membosankan memang kalau ditonton generasi kini. Tapi sulit ditolak bahwa bisa jadi di aksi "banyak ngoceh" Meg Ryan dan Billy Cristal inilah nyaris semua film komedi romantis mengacu.

Dua film anyar, "The Ugly Truth", dan "He Just Not That Into You" yang saya tonton belum lama ini juga masih berputar-putar pada topik persahabatan lelaki dan perempuan dewasa serta cinta dan komitmen. Bahkan sejumlah adegan saya pikir secara tak langsung diinspirasikan pada "When Harry Met Sally". Sebut saja bagaimana tokoh Abby Richter (Katherine Heigl) beradegan orgasme di resto ketika celana dalam bervibratornya tak sempat ia lepas. Ini mengingatkan saya pada adegan Sally (Meg Ryan) memperagakan orgasme di resto.

Lantas di "He Just Not That Into You" ada sejumlah narasi para lelaki dan perempuan bertestimoni tentang kehidupan cintanya, yang sangat mirip dengan narasi testimoni pasangan-pasangan gaek di "When Harry Met Sally".

Film genre komedi romantis masa kini memang jauh lebih heboh, berani menghadirkan adegan panas, konyol, lucu, lebay. Bisa jadi memang tuntutan zaman. Seperti saya katakan tadi, "When Harry Met Sally" akan terasa boring, bikin ngantuk, jika ditonton generasi masa kini, sebab banyak dialog, dan tidak dihiasi terlalu banyak adegan heboh. Namun saya berani bertaruh, para sutradara dan penulis skenario, bahkan juga pemeran film komedi romantis masa kini sudah menonton "When Harry Met Sally" dan menjadikannya sebagai "kitab sucinya" genre tersebut.

Cinta, sebuah misteri hidup tiada akhir yang selalu menarik dibahas (walau sedang patah hati).

No comments: