Sunday, February 21, 2010

Hidup dari Menulis Saja, Bisakah?

Seorang teman pernah bertanya, yang juga merupakan pertanyaanku beberapa waktu silam:

"Bisakah seorang penulis hidup dengan menulis saja?"

Kujawab bisa, apabila dia mau bekerja secara profesional. Menulis adalah pekerjaan yang dibutuhkan di semua bidang. Industri media massa, penerbitan, teknologi informasi, public relation, periklanan, pendidikan, keuangan, sains, semua memerlukan dukungan komunikasi tulisan. Facebook ini misalnya, kontennya membutuhkan penulis kreatif yang mampu menciptakan kata-kata singkat, tepat, jelas, misalnya dalam menerangkan sebuah fitur atau menu. Semua situs yang berebaran di dunia maya ini memerlukan penulis-penulis kreatif demi menghipnotis para pengunjungnya. Jadi, cukup banyak bukan peluang berkarir bagi mereka yang menggeluti dunia menulis?

Jawaban akan sedikit berubah andai ternyata pertanyaannya adalah:

"Bisakah seorang penulis hidup dengan menulis apa yang ia suka tanpa intervensi siapapun?”

Saya juga punya pertanyaan serupa ketika masih bekerja sebagai jurnalis dan editor beberapa waktu lalu. Ada semacam keinginan untuk berontak ketika kita harus menulis sesuatu yang bertentangan dengan hati nurani. Misalnya saat saya mendadak dipindah ke desk liputan ekonomi dan bisnis, sebuah dunia yang saya tidak terlalu sukai. Apa daya, sebagai jurnalis saya harus menerima semua petintah atasan, sebagai simbol profesionalitas. Sebagai pekerjaan utama, menulis memang kerap dilakukan tidak selalu sesuai kata hati. Namun ada kesempatan untuk menulis semau kita, yakni menulis buku, puisi, cerpen, opini, yang bisa kita terbitkan sendiri, di luar otoritas perusahaan tempat kita bekerja. Jadi menulis yang benar-benar murni seirama dengan suara hati baru bisa diwujudkan sebagai hobi atau pekerjaan sampingan saja.

“Lantas, kapan penulis bisa menulis sesuai kata hatinya, sekaligus juga hidup dari situ?”

Ya, bisa saja kalau dia terlahir dari keluarga kaya. Tidak perlu bekerja menafkahi diri sendiri, cukup menulis saja semaunya, lantas kirim ke seantero media massa, atau terbitkan buku sendiri, bikin blog dan web sendiri. Jadi menulis di sini sebagai hobi utama yang digeluti habis-habisan, kemudian menjelma menjadi karir ketika memang tulisannya bagus, disukai banyak orang. Atau bisa ditunjang dengan pendidikan formal, dimana ia kuliah bidang jurnalistik, sastra, belajar banyak literatur asing, bahkan sampai ke luar negeri. Jadilah dia penulis profesional akademis, sastrawan, dan sebagainya.

“Wah asyiknya lahir dari keluarga berada. Gimana kalau dari keluarga pas-pasan, dong?”

Mau tak mau harus mengambil jalur seperti yang saya lakukan, yaitu awalnya menulis sebagai pekerjaan profesional. Bisa jadi jurnalis, penulis skenario, pengelola konten web, editor, pembuat teks iklan, dan banyak lagi. Lalu di waktu senggang bisa menulis buku, puisi, cerpen, sebagai hobi sekaligus kerjaan sampingan. Jika memang berminat kelak ingin jadi penulis lepas agar dapat menulis sekehendak suara hati tanpa tekanan dari atasan, maka tips yang bisa saya berikan:

-Menabunglah
-Perluas network
-Jaga reputasi

“Apakah setelah itu kita bisa menulis semau sendiri?”

Hmm, setdiaknya saya bisa menulis buku dengan topik yang saya pilih sendiri. Kalau pekerjaan profesional dimana saya sebagai editor lepas, penulis pendamping, penulis bayangan, dan mediator ke penerbit, saya bisa menerima klien yang saya rasa cocok, baik topik tulisannya, sampai individunya. Ya, memilih klien ini harus disesuaikan dengan apakah kita merasa sreg dengan cara dia berpikir, berbicara, pola pandangnya, bahkan mimik wajah dan intonasi suaranya. Saya malas berurusan sama orang yang pemarah, perfeksionis sekali, moody, tidak konsisten, dan jam karet. Hehehe. Kalau topik tulisan, jelas saya sangat fleksibel, akan membantu menulis atau mengedit naskah selama itu saya sukai. Kalau naskah esek-esek, atau menjatuhkan pihak tertentu, apalagi fitnak, nanti dulu lah.

“Jadi kapan kamu bisa jadi penulis sukses yang bebas menulis sesuai kehendak hatimu?”

Definisi sukses itu apa ya? JK Rowling, Dan Brown, Andrea Hiratta, Dewi Lestari, Ayu Utami, Chairil Anwar, JD Salinger, Pramudya Ananta Toer? Apakah sukses berarti harus terkenal seantero jagat?
Bagi saya popularitas itu hanya imbas saja. Obsesi saya saat ini bukan menjadi terkenal, tapi mampu mencintai profesi saya sebagai penulis. Kalau bisa sampai mati pun hanya ini yang saya lakukan, menulis.
Dari begitu banyak buku yang sudah berlahiran dari tangan saya memang baru 3 buku yang menggunakan nama saya, plus 1 lagi saya tercantum sebagai co writer. Namun dengan mulainya saya menjadi full time writer dan frelance editor sejak awal bulan ini, semoga akan lebih banyak buku yang bisa saya brojolkan. Tujuannya bukan popularitas, melainkan kepuasan batin.

Buat para teman penulis muda, ayo semangat

No comments: