Sunday, February 7, 2010

Jangan Pernah Lupakan Hobi dan Cita-citamu

Beberapa kali 'adik-adik ketemu gede' bertanya pada saya, "Saya udah kelas 3 SMA, tapi masih bingung mau lanjut kuliah apa,". Atau "Mbak Merry, enaknya saya kerja apa ya nanti?".

Biasanya saya akan kembali bertanya, "Lho, hobimu apa? Kamu sukanya ngapain?". Akhirnya dibalas lagi dengan pertanyaan, "Apa hubungannya hobi sama kerjaan?"

Kalau sudah begini, saya garuk-garuk kepala. Aneh, kok sudah SMA dan kuliah masih tidak tahu mau kerja apa nantinya. Hehehe, mungkin ini problem kebanyakan orang Indonesia, belum mampu menentukan masa depan dan cita-cita sedari muda. Padahal perjalanan menuju sana itu panjang sekali, dan sudah harus disiapkan dari jauh-jauh hari. Aduh, kenapa bahasa gue jadi tua begini, seh?

Oke, saya jelaskan aja apa hubungan hobi sama kerjaan. Hobi itu bagi saya adalah aktivitas yang kita sukai, kita gilai. Menyanyi, main games, menulis, menggambar, ngebanyol cerita lucu, baca buku, memasak, nonton film, dan sebagainya. Pokoknya kegiatan sehari-hari yang dominan kita lakukan karena kita suka. Biasanya kalo suka sama sesuatu, otomatis dia akan mendalami bidang itu. Yang suka masak akan belajar masak, beli buku resep. Yang hobi nonton film akan koleksi DVD, baca literatur soal film, coba gabung sama komunitas film, bikin resensi film, dan sejenisnya. Yang hobi nulis akan banyak menulis, membaca demi memperkaya referensi tulisan, bikin blog, kirim tulisan ke media, atau bahkan coba-coba nulis buku, dan seterusnya.

Dari hobi ini, kalau memang diniatin, bisa jadi mendatangkan keuntungan. Misalnya memasak tadi akhirnya jadi bisa dipercaya teman menerima pesanan katering, atau bikin resensi film jadi mendapat honor karena nulis resensi di majalah, demikian juga menulis cerpen buat yang hobi nulis. Ini belum bisa disebut pekerjaan, karena masih sampingan saja dan honornya pun ngga bisa jadi jaminan.

Hobi baru bisa jadi pekerjaan kalau sudah sungguh-sungguh didalami sepenuh hati. Yang hobi masak ambil jurusan tata boga, kursus masak langsung pada pakarnya, kalo perlu jadi pakar kuliner, atau sekalian dipadu dengan bisnis restoran. Yang hobi nonton film dapat mendalami sinematografi di bangku kuliah, ngobrol sama pakar perfileman nasional, ikut konferensi perfileman dunia, dan belajar jadi sutradara. Dan seterusnya. dari situ kompetensi kita makin dipercaya, dilibatkan pada proyek-proyek sesuai bidang kita, dan bisa menjadi sumber nafkah utama.

Lalu akan muncul protes, "Iya, itu buat mereka yang berduit. Kalo ngga, boro-boro bisa kuliah. Mau ngejalanin hobinya aja ngga ada duit!"

Nah, inilah alasan utama manusia Indonesia, duit. Kalau sudah bicara "Saya bukan dari keluarga berada," atau "Saya harus bantu adik-adik sekolah, dan orang tua sakit-sakitan,", maka merasa bisa dijadikan justifikasi untuk bekerja apa saja asal dapat duit, lupakan cita-cita dan hobi.
Oke, saya tidak menyalahkan mereka yang bekerja apa saja demi uang karena memang keadaan memaksa untuk itu. Saya sendiri juga dulu pernah bekerja yang tak ada hubungannya sama hobi saya, menulis.

Ada banyak pekerjaan "apa saja" yang bisa tetap dikaitkan dengan hobimu. Yang ngga butuh titel sarjana dan pendidikan tinggi. Sebut saja, kerja jadi pelayan restoran buat yang hobi memasak. Atau jadi kasir di butik buat yang berminat di dunia fashion. Jadi tenaga administrasi di rumah sakit bagi mereka yang ingin jadi dokter tapi ngga ada dana buat kuliah kedokteran. Jadi resepsionis di statsiun TV buat yang ingin jadi penyiar TV. Dan seterusnya.

Dari pekerjaan "apa adanya" tapi masih berkorelasi dengan hobi dan cita-cita itu, kita akan punya spirit yang membuat kita selalu ingat pada passion kita, hobi kita. dan peluang buat menuju cita-cita itu sudah di depan mata. Setidaknya kita sudah ada di jalur yang benar. dengan modal ijazah SMA, kamu bisa bekerja di stasiun TV walau cuma sebagai resepionis, bikan penyiar TV seperti impianmu. Tapi kamu jadi kenal dengan banyak orang TV. Sedikit lagi ketekunan, yakni menabung untuk belajar banyak hal seluk beluk dunia TV, menjalin hubungan baik dengan mereka, dan bukan tak mungkin meraih beasiswa buat kuliah di jurusan broadcasting.

Bagaimana dengan yang jadi pelayan restoran, padahal dia ingin punya restoran atau pakar kuliner? Ya, itu juga berlaku, kok.

A long long long tima a go, sebelum saya menulis 4 buku, mengedit banyak buku, sukses menggolkan orang menerbitkan buku, menjadi jurnalis, menjuarai lomba jurnalistik, saya adalah kasir dan penjaga sebuah toko buku. Ya, saya dulu DO dari kuliah jurnalistik. Jadi tak cukup pede buat melamar kerja sebagai jurnalis dengan ijazah SMA. Tapi saya sangat pede buat melamar kerja ke Times The Bookshop sebagai retail assistant (istilah keren pelayan dan kasir toko..hahaha).

Walau jadi "jongos dan kasir", saya tetap meneruskan hobi saya menulis cerpen dan surat pembaca ke media massa top. Jadi jongos di toko buku berbahasa Inggris bikin saya banyak ketemu pelanggan terkenal seperti Guruh Soekarno Putra, Adji Massaid, Adhie Massardi, dan banyak lagi. Bikin saya bisa membaca banyak buku impor secara gratis, mulai dari Ernest Hemmingway, John Steinbeck, John Grisham, sampai tuntas. Bikin saya melahap Time, Newsweek, Business Week, Reader Digest, Financial Times, Asian Wall Street Journal, Cosmopolitan, Harper's Bazaar, sampai The Economist dan Fortune

Dan ketika peluang buat menjadi jurnalis terbuka, saya siap 100%.

Ah sudahlah, kenapa jadi testimoni cengeng ngga jelas begini.

Intinya adalah, kalian 'adik-adik ketemu gede' yang masih bingung mau kerja apa, mau kuliah apa, gunakan saja hobimu sebagai acuan utama. Masalah duit juga bukan alasan untuk melupakan hobi dan cita-cita. Yang penting adalah niat, niat, dan niat buat mewujudkan impianmu. Dengan bekerja di bidang yang kamu impikan, tidak mustahil dari jongos bisa jadi bos. Sudah banyak bukti, lho!

Buat yang mau masuk dunia kerja, ada puisi inspiratif dari seorang penulis Filipina:

LOVE YOUR WORK

if you don’t like your work,
you’ll need three times the energy:
to force yourself to work,
to resist the force,
and finally to work.

if you love your work,
your desire to do it
will be like a wind
to propel your ship
with much less fuel.

if you like your work,
you work no more -
for work, when you like it,
is work no longer,
but sheer enjoyment!

if you enjoy your work,
you’ll work and work
without counting the hours –
and you’ll reap and enjoy
more earnings as well.

- H.L. Neri

1 comment:

zwarteman said...

Hi,
sy kebetulan baca post di wall WW, dan lanjut ke blog ini.
berikut link commencement speech JK Rowling di depan lulusan Harvard '08, yang mungkin sudah anda dengar sebelumnya.
tapi jika belum, ini dia http://www.ted.com/talks/jk_rowling_the_fringe_benefits_of_failure.html