Sunday, February 7, 2010

Never Say Goodbye for Mr.KK

'Mer, tolong dong di Technomedia dan Netsains email address saya diganti." Lalu ia menyebut alamat email barunya. SMS itu saya terima tadi siang pk 14.48. Astaga, betul juga, sahabat saya satu itu sudah tak lagi memakai alamat email berdomain kementrian Ristek, sebab hari ini resmi sudah bukan Menteri Negara Riset dan Teknologi (Menristek) lagi. Kenapa saya bisa pikun begini? Padahal hingar bingar berita kabinet baru sudah lama tersiar. Baru saya sadar bahwa pertemanan kami memang bukan dilandasi jabatan semata.

"Ngga perlu salam perpisahan kan pak? Sebab kita ngga pernah berpisah?" SMS saya ke beliau. Dia membalas, "Jangan sampai ada," balasnya cepat, seperti biasa.

Perjumpaan saya dengan pak KK, demikian sapaan akrab saya pada Kusmayanto Kadiman, Menristek 2004-2009, diawali saat dia masih rektor Institut Teknologi Bandung (ITB), sekitar tahun 2003 kalau tak salah. Saya masih jurnalis sains dan teknologi di Sinar Harapan. Guyonannya seputar software, hardware, dan underwear di acara kerjasama ITB, Sun Microsystem dan Ristek membuat saya tak bisa melupakan figurnya yang low profile dan lucu.

Setahun kemudian kami bersua lagi, ayah 3 putra ini menjabat sebagai Menristek, dan saya masih jurnalis. Lalu sebagai moderator milis jurnalis IT dan Iptek, saya mengundangnya untuk gabung di milis kami, agar teman-teman jurnalis bebas berkomunikasi dengannya. Saat itu tak lama Menkominfo Sofyan Djalil juga bergabung. Namun hanya Pak KK mentri yang paling aktif di milis.

Sejak remaja sampai dewasa, saya tak pernah pro pemerintah. Berdasar pengalaman jadi jurnalis pun, yang namanya menteri itu menyebalkan. Kalau diwawancara sok jaim, kalau akrab ada maunya. Bahkan banyak mentri yang menjawab pertanyaan jurnalis secara asal dan klise. Pak KK beda. Email dan nomor ponselnya siap sedia dihubungi kapan saja. Ingin menyambangi kantornya di lantai 24 BPPT-pun, dia tak keberatan. Bahkan ada kesan Pak KK ingin menerobos semua protokoler birokrasi yang ada. Tanpa ajudan, bahkan kalau bisa tanpa kawalan PM di jalan raya.

Beberapa kali saya berkesempatan diundang ke ruangan pribadinya. "Mau minum apa, Mer?" Ia menyediakan diri membuatkan kopi atau teh. Tentu saya sungkan dan langsung bikin kopi sendiri.

Persahabatan saya, kalau bisa disebut demikian, dengan lelaki kelahiran 1 Mei 1954 ini, ada pasang surutnya. Kami berdiskusi, bercanda, bekerjasama, tapi ada juga saat saya khilaf dan besar ego, mengambek macam anak kecil. Tapi seorang KK dengan besar hati mengulurkan perdamaian. Bahkan saya pernah berbuat beberapa kesalahan fatal, yang jika oleh orang lain bisa jadi tak dimaafkan. Namun Pak KK bukan orang lain. Ia adalah sahabat saya. Sahabat dengan jarak usia cukup jauh. Maka tak heran hubungan kami lebih mirip seperti om dan keponakan, atau bapak dan anak.

Persahabatan, kata orang, hanya bisa diukur dari seberapa sering kita bersitegang lalu kembali akrab lagi. Jika bersitegang dan tak kembali lentur, artinya itu bukan persahabatan.

Hari ini, Pak KK secara resmi sudah bukan Menristek lagi. Saya sendiri sejak 2 tahun lalu juga sudah menggantungkan kartu pers. Saya paham, ada orang yang berteman dengan memandang siapa kita, apa jabatan kita, seberapa banyak uang kita, dan sejenisnya. Thanks God, itu tak berlaku bagi kami.

Dan pastnya, never say goodbye for Mr KK. Sebab mentri atau bukan mentri, he is still my goodfellow!

Kredo yang akan selalu saya ingat dari penyuka batik ini adalah, "I listen, I learn, I change."

*Masih terus aktif memprovokasi agar dia ikutan FB. Hihihihi*

No comments: