Wednesday, March 10, 2010

Nama Baik yang Menguap Bersama Kentut

"Dunia itu sempit, Mer. Apa lagi dunia media. Kemanapun kamu pergi nanti, akan bertemu lingkungan itu-itu juga. Jadi, jagalah nama baik," kata mas Kristanto Hartadi. Saya ingat betul dengan pesan mantan Pemred saya di Sinar Harapan itu, ketika saya pamit untuk resign, sekitar 2 tahun silam.

Saya rekam pesan itu dalam ingatan, sehingga selalu terngiang setiap kali melakukan tindakan, apalagi yang berhubungan dengan pekerjaan dan bisnis. Sependapat dengan mas Kris, saya setuju reputasi dan nama baik adalah modal utama seorang manusia. Tanpa kedua hal itu, derajadnya sebagai manusia sudah melorot menjadi "manusia yang tak bisa dipercaya dan punya rekam jejak buruk".

Di era serba cyber saat ini, menyebarkan reputasi dan nama yang sudah buruk itu mudah sekali.

Cukup chatting dengan 1 atau 2 orang teman, curhat tentang kekecewaan kita pada pihak lain. Lantas 1 atau 2 teman tadi akan tahu bahwa oknum yang dimaksud layak diwaspadai. Dua teman yang dicurhati merekam dalam benaknya bahwa, "Wah si Anu kok gitu ya, udah gituin temen gue. Kudu ati-ati nih sama dia.". Dan ketika lain waktu ia bersua teman lain yang berurusan dengan si A, dia akan segera memperingatkan dengan otomatis, "Wah, lu jangan mau deh berurusan sama dia, si A itu pernah ngerjain temen gue, blablablabla.."


UU ITE? Lho, kalau chatting-nya tertutup, dan tak pihak lain yang tahu, mau kena UU ITE gimana? Hal serupa bisa dilakukan via email, SMS, pesan privat di FB, dan seterusnya. Intinya, sekali seseorang merasa kecewa dengan perilaku orang lain, dalam tempo 1 jam saja dia sudah bisa menyebarkan kekecewaan dan perilaku tak menyenangkan orang tersebut ke...katakanlah 20 orang. Lho, era Internet gitu, lho. Tinggal curhat blablablabla, lantas di-copypaste ke 100 teman dekat dalam waktu 3 menit, apa susahnya? Dari tiap teman yang menerima curhatan itu akan terekam dalam ingatan, "Oooo si Anu itu kacau ya, sebegitunya sama temen gue. Blacklist deh!".

Bayangkan jika pihak yang kejelekannya disebarluaskan secara privat itu adalah orang yang memiliki jabatan penting di sebuah perusahaan, apakah tidak akan berimbas pada bisnisnya? Mungkin memang tidak secara langsung dan tempo singkat, namun dampak itu tetap akan ada, tinggal masalah waktu saja.

Bukan satu dua kali saya bersua dengan manusia yang mencoba "mengkadali" saya. Barangkali mereka pikir saya anak kecil, yang dikibul-kibulin dikit ngga apa lah. Dikerjain, dikasih janji palsu, digombali. Okelah kalau itu zaman remaja dulu, atau berurusan dengan keseharian yang ngga penting, dan dilakukan sekadar iseng saja. Tapi ketika sudah memasuki ranah bisnis, kerjasama, dunia profesional, bahkan membawa-bawa nama institusinya, jabatannya, perusahaan, wah lucu sekali kalau ada manusia macam itu. Apakah dia tidak memikirkan nama baiknya sendiri, perusahaannya? Reputasinya?

Saya bukan tokoh terkenal, figur hebat, dengan titel dan jabatan mentereng, namun saya amat sangat menjaga profesionalitas pekerjaan. Sebisa mungkin saya tidak akan mengecewakan orang yang berbisnis dengan saya, kalaupun tak mampu saya kerjakan, saya selalu ada itikad baik untuk bertanggungjawab, minimal minta maaf. Justru beberapa orang terkenal, dengan jabatan mentereng, nama perusahaan segede gaban, berani mempertaruhkan nama besar dan reputasinya sendiri denan bekerja tidak profesional. Aneh bin ajaib!

"Oh ya, Mbak Merry, saya akan segera kirim MoU-nya. Blablablabla.."
"Wah, kita akan bikin duet hebat dalam proyek ini, ini yang sudah saya tunggu-tunggu sekian lama! Insya Allah bulan Januari akan bisa jalan!"

Dan janji itu menguap bersama kentut. Tanpa ada kata maaf, atau pengunduran diri secara baik-baik.
Wahai nama baik dan reputasi, apa kabarmu? Ke laut apa ke neraka? Atau malah ke comberan, berenang bersama si kuning yang mengambang?

foto:marieclaire.com

No comments: