Thursday, February 25, 2010

Tolong Hargai Manusia yang "Bebas"

"Mau menemui siapa?"
"Bapak Anu, saya sudah ada janji jam 11."
"Dengan ibu siapa?"
"Merry."
"Dari mana?"

Nah, sampai di sini saya bingung menjawab. Kebetulan tadi dari rumah saja, masak saya jawab dari rumah di Depok? Hahaha. Kalau zaman masih kerja dulu, bisa saya jawab dengan "Dari Anu," dengan menyebutkan nama perusahaan tempat saya bekerja. Lho, sekarang saya sudah tidak bekerja, masak saya jawab, "Tidak dari mana-mana, mbak. Dari rumah naik angkot lalu nyambung patas AC, nyambung taksi biar ngga berantakan dan bisa dandan, lalu turun dan naik lift ke gedung ini." Kan pasti aneh kalau jawabannya begitu.


Karena saya punya situs sendiri, kadang kalau memang event-nya ada hubungan dengan bidang itu, saya bisa jawab, "Dari Netsains.Com," dan ngga pernah ada masalah. Hanya kalau acaranya memang menyangkut bisnis personal, atau hanya undangan makan siang santai, masak iya saya mesti bawa-bawa nama situs saya?
Sebelum jadi seorang "pengangguran banyak acara dan mengais bisnis" seperti sekarang, saya sempat berpikir, "kalau penulis freelance yang tidak terikat dengan perusahaan media manapun, bagaimana dia akan memperkenalkan diri dalam sebuah acara jumpa pers?". Biasanya, kalau jumpa pers dulu jurnalis penanya akan mengenalkan diri, "Saya Otong dari Harian Dodol Post," dan sejenisnya. Nah, sekarang posisi saya adalah penulis freelance dan penulis buku, tidak terhubung dengan perusahaan manapun, apakah saya bisa memperkenalkan diri sebagai "Saya Merry, penulis." Begitu saja kah?

Belum lama ini saya jadi moderator sebuah acara seminar, dan oleh panitia ditanya, "Mbak Merry, saya sebutkan sebagai apa nanti?". Jawab saya: "Penulis saja dan eks jurnalis teknologi informasi di harian anu.". Eh ternyata waktu saya mau tampil, harian dimana saya pernah bekerja dulu tidak disebutkan. Ya, baguslah, artinya orang mulai bisa menerima kehadiran profesi freelancer dan penulis buku walau belum top banget.

Tapi tetap saja menurut saya sebagian besar orang, terutama kaum penggemar birokrasi, cenderung mennganggap orang lain itu adalah bagian dari instansi atau perusahaan atau anggota organisasi tertentu. Sulit orang bisa menerima kehadiran individu sebagai dirinya sendiri. Ya contohnya itu tadi, saya kan sudah tidak terikat dengan perusahaan manapun, namun kerap ditanya "Darimana mbak?". Lho, masak perlu saya jelaskan secara detil saya tadi dari mana saja, mas?". Hahahaha.

Oke, tantangan saya sebagai seorang penulis full time adalah masalah identitas ini. Masyarakat sudah harus dibiasakan bahwa tidak semua manusia itu bekerja pada perusahaan, terikat pada instansi tertentu, atau jadi anggota organisasi tertentu. Manusia juga bisa berdiri sendiri sebagai dirinya sendiri, dan tak perlu ditanya "dari mana". Tolong buka mata kalian, manusia adalah mahluk individu yang identitasnya sudah harus diakui dan dihargai sebagai dirinya, bukan dengan embel-embel perusahaan.

Ya, saya Merry Magdalena, penulis. Titik. Bukan direktur, jongos, apalagi antek-antek organisasi tertentu, baik yang terlarang maupun resmi. Mau?

No comments: