Saturday, July 16, 2011

Bye bye, Mr.Snob!

“Kita ngga harus menjadi orang lain kan, Din?!”

Pertanyan sekaligus pernyataan itu kutegaskan ke Dini setelah mengalami sedikit peristiwa ngga asik, sekitar 2 minggu lalu. Jawabannya jelas: Sama sekali nggak.

Sebagai pemimpin redaksi sebuah majalah yang masih berupa janin, saya dan Dini -sekretaris- harus melakukan survei dengan sejumlah perusahaan printing dan distribusi. Setelah serangkaian perusahaan besar kami survey, tiba saatnya menjajal perusahaan yang katakanlah ngga terlalu besar
.

Yang menyebalkan adalah, bos perusahaan itu memperlakukan kami seolah kami sepasang mahasiswa magang atau bahkan anak SMA yang lagi PKL.

“Memang segitu harga kami, kalo ngga mau ya udah.” Jawabnya songong waktu kami tanya kenapa harganya tinggi, bahkan lebih tinggi dari printing besar. “Ya udah ke sana aja,” sambungnya.
Selama meeting sikapnya snob banget, bicara soal kehebatan perusahaannya, sambil makan, minum, lalu merokok. Dia juga bertanya siapa owner perusahaan kami, lalu kembali cerita soal kenapa dia pasang harga tinggi. Tatapannya sangat meremehkan.

Saya dan Dini berusaha calmdown, hanya senyum dan tertawa, berusaha menganggap semua sikap snobnya sebagai candaan.

Selesai meeting menyebalkan itu, saya dan Dini nggerundel bareng. Hei, saya sudah ketemu dengan CEO top, mentri, pejabat tinggi, politisi, ilmuwan genius, profesor, sampai artis dan seniman top. Semua ngga ada yang sebelagu orang dari perusahaan printing ngga terkenal yang kami temui tadi.

Apa karena penampilan kita santai? Pake jeans, sepatu kets dan baju biasa aja. Ngga pake blazer atau setelan ala eksekutif muda? Apakah mereka berharap bertemu wanita karir dengan dandanan glamour menenteng Louis Vuitton, sepatu Manolo Blahnik dengan gaya bicara dagu dinaiklan?

Sori, inilah kami apa adanya. Jabatan selangit ngga bikin kami harus bersikap snob macam Anda. Take it or leave it. Dan saya tidak sudi punya rekanan macam Anda, wahai manusia yang menilai orang dari penampilan luarnya saja. Ada jutaan bahkan miliaran manusia di luar sana yang jauh lebih baik dari Anda dan mau menerima kami apa adanya.

foto: derekhaines.ch

2 comments:

Miftahgeek said...

Jangankan buat rekanan kerja yang bisa jadi bakal berhubungan dalam waktu yang cukup lama, ama penjual yang songong aja, jadi males beli dagangan dari dia --"

Anang, yb said...

kayaknya, jawabannya ada di paragraf nomor dua dari bawah hehehe..

Sekali-kali coba bakai blazer, rambut disasak, dan kemana-mana pegang 3 hape dalam satu genggaman... Dijamin ADA yang respek :)