Thursday, December 9, 2010

Ilmuwan VS Pedagang Ikan

Film "Everybody Wants to be Italian" ini sebenarnya bergenre romantis.  Tentang Jake yang sulit melupakan mantannya, Marisa. Dua karyawannya yaitu Steve dan Gianluca menyomblanginya dengan Isabella. Terjadi salah paham, dua karyawan Jake mengira Isabella adalah cewek Italia, maka mereka menyuruh Jake untuk mengaku sebagai orang Italia.

Yang menarik buat saya bukan bagian cinta-cintaan itu, melainkan beberapa dialog dan adegan mengenai profesi Jake sebagai pedagang ikan dan Isabella yang dokter hewan sekaligus ilmuwan.  Saat Isabella mengajak Jake ke acara penganugerahan penghargaan ilmuwan, terjadi hal menarik. Semua teman-teman Isabella adalah ilmuwan dengan gelar membanggakan, prestasi luar biasa.


“Apa kerjamu, Jake?” tanya salah seorang ilmuwan pada Jake.
“Oh saya berjualan ikan,” jawab Jake polos.

Para ilmuwan lain langsung berubah ekspresinya, ada kesan mereka meremehkan pekerjaan Jake.
Lalu ada ilmuwan lain yang membanggakan bahwa dia sukses meraih grant untuk penelitiannya, sembari menyebutkan jumlah. Jake bertanya, “Oh, itu untuk setahun? Segitu pendapatanmu setahun?” Tanyanya terkejut.

“Memangnya berapa yang kau dapat dari jualan ikan?” Tanya ilmuwan lain.
Jake menyebutkan jumlahnya, semua yang hadir terkejut.

Adegan berakhir dengan Jake yang memberikan presentasi bisnis kepada semua ilmuwan. Lebih lucu, sebab ilmuwan yang awalnya meremehkan dia justru berkonsultasi bagaimana agar temuannya dapat dijual dan mendapat income besar.

Plot lain yang tak kalah menarik adalah saat dua karyawan Jake yang sudah lumayan berumur , Steve dan Gianluca, memutuskan mengambil kuliah psikologi dan sastra Inggris. Mereka kerap menceramahi Jake dengan teori-teori Freud dan Shakespeare. 

Dan saat Jake mencemooh mengenai income mereka kelak kalau sudah jadi ilmuwan, dengan santai Steve menjawab, “Hei, ini bukan masalah uang, ini masalah passion.”

Plot film ini memang lambat, banyak dialog, dan agak membosankan. Ngga heran kalau ngga diputer di bioskop  Indonesia, sebab dinilai kurang komersil. Tapi saya suka bagian-bagian yang menyentil masalah profesi ilmuwan dan pebisnis itu. Sebab saya cukup veteran lah menjadi jurnalis biang sains dan teknologi yang banyak berurusan dengan dunia ilmuwan, plus kini masih mengelola situs sains Indonesia, Netsains.Com. Dan yang paling erat kaitannya adalah, belahan jiwa saya seorang ilmuwan.

Dialog-dialog tadi mengesankan bahwa ilmuwan seringkali meremehkan bidang pekerjaan lain, terlebih pedagang. Mereka merasa terhormat, punya level lebih tinggi, keren, intelek, sehingga layak memandang rendah profesi lain. Namun fakta pahit menyatakan bahwa income mereka tak segemilang pedagang, bahkan pedagang ikan yang mereka remehkan sekalipun.

Sementara itu kalangan pedagang juga menganggap remeh ilmuwan, sebab dia anggap ilmuwan itu sombong, padahal pendapatan mereka tak seberapa dibanding pedagang.

Menurut saya, baik ilmuwan dan pedagang sama-sama saling membutuhkan. Percuma otak genius tanpa kemampuan memasarkan temuan dan idenya. Dan jika seorang pedagang tak mengikuti perkembangan sains dan teknologi, maka ia akan tertinggal.

2 comments:

Miftahgeek said...

Itu ilmuan yang nerd lho mba :)

za said...

Tulisan yang menarik :-) Memang ilmuwan memiliki kecenderungan seperti yang Mbak Mer sebutkan.